Jumat, 11 April 2008

Banjarnegara

ne adalah tugas komposisi gw....

to talk about mitos in my town....

enjoy.....

silahkan.....

-

-

-

Banjarnegara

Masih dalam perjalanan untuk tampil eksis. Dawet ayunya masih belum cukup untuk menunjukan bahwa Banjarnegara ada. Begitupun perempuan ayu penjualnya. Saya ingin Banjarnegara tidak hanya dikenal dari situ, dawet ayu yang disebut dawet ayu karena penjualnya yang ayu. Banjarnegara lebih dari itu. Dengan luas wilayahnya, Banjarnegara mempunyai banyak cerita.

Banjarnegara mempunyai banyak kisah. Salah satunya adalah saya. Karena sayapun mempunyai kisah. Dan saya adalah seorang Banjarnegara.

Saya berasal dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah, yaitu Banjarnegara. Saya tertawa kecil ketika dosen mata kuliah komposisi saya. Bapak Zaelani Tammaka, memberi tugas mid semester untuk menuliskan tentang legenda, mitos, atau sejarah yang melatarbelakangi asal mula daerah saya atau suatu tempat di daerah saya yang pernah orang tua, atau siapapun juga yang menceritakan pada saya. sewaktu saya masih kecil. Sedikit sulit.

Bukan berarti bahwa ibu atau ayah saya tidak pernah menceritakan sesuatu pada saya. Atau tidak ada legenda, mitos atau sejarah di daerah saya. Bukan. Tetapi karena saya sedikit bingung. Apa yang harus saya tulis nanti. Kedua orang tua saya lebih sering menceritakan tentang Kancil dan Pak Tani kepada saya, atau Kancil dengan Buaya, Kerbau, Siput, dan hewan-hewan lain. Serta beberapa cerita tentang anak yang baik hati, rajin belajar, atau rajn membantu orang tua. Sedangkan ditugas ini, ada embel-embel tentang legenda, mitos, atau sejarah suatu daerah.

Saya ingat sekali, sewaktu kecil dulu, ibu saya sering menceritakan pada saya tentang Kancil dan Pak Tani, betapa cerdiknya Kancil mencuri timun di ladang Pak Tani itu. Namun pada akhirnya Kancilpun harus menerima akibat kenakalannya, kakinya luka terkena jebakan Pak Tani. Setelah itu ibu saya akan berpesan kepada saya, bahwa saya tidak boleh nakal, apalagi suka mencuri. Karena selain akan celaka, perbuatan mencuri merupakan dosa, dan bagi saya saat itu, dosa merupakan momok yag sangat menakutkan. Seakan-akan kita akan langsung masuk neraka saat melakuan dosa itu tadi. Seperti main prosotan, kita akan langsung terlempar ke neraka. Jadi, dongeng seperti itu memang sangat mempengaruhi kepribadian seorang anak. Yaitu saya, pada saat itu.

Selain tentang Kancil dan fabel-fabel lainnya, cerita favorit saya dulu adalah Timun Mas. Saya ingin menjadi seseorang yang pemberani seperti Timun Mas. Yang mampu menghindari Buto Ijo, dan akhirnya selamat, dengan menenggelamkan Buto Ijo di dasar lautan dengan menaburkan garam disepanjang arah larinya, yang berubah menjadi lautan.

Selanjutnya, saya tetap harus menulis tentang daerah saya. Banyak cerita saya dapatkan setelah sedikit lebih besar. Seperti misalnya, ketika saya dengan orang tua saya atau saudara saya mengunjungi suatu tempat dan dari sana saya sedikit tahu tentang daerah itu.

Ada satu tempat di sudut selatan pekarangan sekaligus sawah milik kakek saya yang cukup menarik. Disana ada sebah sumur tua yang terlihat gelap dan angker. Kisah ini saya tahu waktu saya pergi ke sana dengan ibu saya. Waktu itu musim panen cabai merah dan ketimun. Kebetulan waktu itu saya ikut ibu saya untuk melihat pemetikannya di sawah. Ibu saya sibuk dengan beberapa orang yang memebantu. Waktu itu saya bermain sampai ke dekat sumur tua itu. Sampai akhirnya ibu saya memarahi saya, karena saya bermain disitu. Setelah itu, saya tidak pernah bermain disitu lagi, juga karena saya jarang ke tempat itu lagi. Sampai saat saya sedikit lebih besar dan datang ke tempat itu lagi, sumur itu sudah tertutup rumput-rumput tinggi. Lalu saya menanyakan pada ibu saya, kenapa sumur itu tidak dipakai? Mengingat di daerah tempat tinggal nenek saya, sumber air berasal dari sumur. Setelah sampai dirumah, ibu saya menceritakan kalu dulunya di sumur itu pernah ada oang yang hilang dan tidak ditemukan lagi. Sedikit mistik memang. Ibu saya juga mengetahui cerita itu secara turun temurun.

Daerah persawahan disitu adalah milik nenek-kakek saya secara turun temurun dari orang tua mereka, entah nenek atau kakaek saya, saya kurang tahu. Sumur itu ada disitu sudah sejak lama. Oleh masyarakat sekitar daerah itu diber nama “Kemesuh”. Entah artinya apa. Yang jelas terkesan sangat mistik. Dulunya, daerah disekitar situ kurang cocok ditanami tanaman. Ditanami padi tidak bisa, karena letaknya yang mojok, dan lebih tinggi dari sumber air. Sedangkan jika ditanami palalwija dan tanaman ladang juga tidak bisa. Sehingga dibuatlah sumur itu, dengan maksud untuk menyiram tanaman palawijanya. Tetapi tetap saja hasil yang didapatkan masih buruk. Sampai pada suatu waktu, salah seorang anak gadis dari rewang kakek-nenek buyutku hilang dan tidak ditemukan lagi ketika sedang bemain-main di sekitaran sumur itu. Selamanya tidak ditemukan. Konon, anak itu berwajah sangat cantik. Dan menurut cerita juga, yang entah benar atau tidak, dia diambil istri oleh penunggu Kemesuh itu tadi, yang pastinya berbeda alam dengan alam kita. Lalu ibu saya, mengataan bahwa anak gadis itu adalah kakak dari seorang nenek yang juga bekerja utuk kakek saya waktu itu.

Entah benar atau tidak, tapi memang daerah di selatan daerah sawah itu teekesan mistik. Dan sebagai catatan lagi, setelah kejadian hilangnya anak gadis, yang entah siapa namanya itu, hilang. Daerah yang dulunya tidak subur itu menjadi subur. Sampai terakhir saya datang ketempat itu, entah berapa tahun yang lalu saya lupa, disitu ditanami cabai merah dan hijau, jeruk, serta ketimun jika sedang musim. Dan hasilnya sangat banyak, yang artinya tanah itu berubah menjadi subur. Aneh memang. Terakhir melihatnya juga, sumur itu sudah dibuka, meskipun tidak untuk digunakan untuk kegiatan sehari-hari, tetapi bisa menghilangkan kesan angker disana dan biasa digunakan oleh para petani yang tengah menggarap sawah untuk mencuci badan atau peralatan taninya. Letak sawah itu adalah di Desa Salamerta, Kecamatan Mandiraja.

Ada yang lebih menarik lagi dari Banjarnegara. Tentang sejarhnya sendiri, Banjarnegara sangat menarik. Mungkin tidak semua orang mengenal Banjarnegara dengan baik. Mungkin karena kurang eksisnya Banjarnegara sendiri dan bukan sebagai pusat pemerintahan yang dijaman dahulu pernah berkuasa atau bukan merupakan sebuah kota besar seperti halnya Surakarta, atau paling dekat saja, seperti Banyumas atau Pekalongan, yang lebih terkenal, karena dahulunya merupakan Kota Kerasidenan. Padahal sebenarnya banyak yang menarik dan patut diunggulkan dari Banjarnegara.

Asal mula Banjarnegara sendiri adalah sebuah kabupaten yang dulunya berkedudukan di Banjarmangu, denagan nama Kabupataen Banjar. Sebagai bagian dari Kerasidenan Banyumas dan Kasunanan Surakarta. Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika Beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasunanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten di banjarnegara ke selatan Sungai Serayu. Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara : Kota).

Pasca kemerdekaan, mulai tahun 1949 sampai sekarang telah terjadi 10 periode pergantian bupati. Untuk memperingati perpindahan kota kabupaten dari Banjarmangu ke Banjarnegara tiap tahunnya diadakan kirab. Kirab ini dimulai dengan pencucian pusaka kabupaten di Banjarmangu, yang kemdian dibawa menggunakan andong atau delman dari Banjarmangu ke Banjarnegara. Rombongan delman yang juga membawa para pemimpin pemerintahan, seperti bupati dan waki bupati, dan pemimpin-pemimpin lainnya itu berhenti di sekitaran halaman gedung DPRD. Yang kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki, atau napak tilas sampai ke pendopo kabupaten dengan diiringi para kawula kabupaten.

Satu hal yang bagi saya paling menarik dari Banjarnegara adalah Dieng. Dieng, atau pegunungan Dieng (2.093 meter dari permukaan laut),. Meskipun keberdaannya lebih dikenal sebagai bagian Kabupaten Wonosobo. Tetapi sebagian besar merupakan wilayah Kabupaten Banjarnegara yaitu 80% wilayah Dieng yang terdiri dari pegunungannya sendiri, kawasan Bima Lukar, Dieng Teater, Komplek Candi Dieng dan beberapa kawasan kawah.

Satu lagi mitos yang sangat menrik dari Banjarnegara, khususnya Dieng, yaitu Anak Bajang. Yaitu anak dengan rambut gimbal yang tumbuh dengan sendirinya, dan dipotongnya dengan melalui ruwatan. Anak bajang ini dipercaya sebagai kesayangan roh-roh gaib penunggu Dataran Tinggi Dieng, yang dititipkan penguasa Laut Selatan, Nyai Roro Kidul hingga waktunya nanti, anak-anak itu akan diminta kembali oleh sang Ratu. Mitos lain tentang anak bajang juga hidup di antara warga yang mendiami dataran tinggi yang membentang di dua kabupaten itu. Konon, rambut gimbal sudah ada di Dieng sejak ratusan tahun silam. Mereka adalah titisan Kiai Kaladete yang dianggap sebagai orang yang pertama kali membuka desa tersebut. Diceritakan, Kiai Kaladete bersumpah tak akan memotong rambutnya dan tak akan mandi sebelum desa yang dibukanya makmur. Kelak, keturunannya akan mempunyai ciri seperti dirinya. Itu pertanda akan membawa kemakmuran bagi desa yang ditinggalinya. Orang tua yang memiliki anak berambut gimbal mesti memperlakukan si anak dengan istimewa. Apa pun yang diminta sang anak akan dikabulkan. Jika tidak, orang tua mereka percaya petaka akan datang.

Rambut gimbal anak bajang itu tidak boleh dipotong sebelum adanya keinginaan dari si anak tersebut untuk memotong rambutnya. Pemotongannyapun tidak sembarangan, harus melalui prosesi ruwatan. Saat ruwatan potong rambut digelar, sejumlah ritual lainnya dilaksanakan sebelum sampai ke puncak acara. Ruwatan potong rambut juga dipercaya sebagai penanda berakhirnya masa titipan anak dari sang Ratu.

Mitos lain menyebutkan, anak berambut gembel merupakan kesayangan dan titipan penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul, yang diyakini menjadi penari saat berlangsung perhelatan akbar pada malam 1 Suro di Telaga Balekambang. Namun, komunitas masyarakat di Dieng mempunyai mitos lain yang berbeda dengan kedua mitos di atas. Mereka meyakini bahwa di Dieng ada sebuah desa bernama Siterus di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Di desa ini hidup keturunan bangsawan Kerajaan Kalingga—sebuah Kerajaan Hindu pada abad 7 sampai 8 yang pernah berdiri di Dieng. Keturunan Raja Kalingga inilah yang diyakini membangun candi-candi di Dieng.

Mereka punya keyakinan apabila ada anak yang mempunyai rambut gembel, itu adalah titisan Keling. Disebut sebagai anak bajang karena biasanya tubuhnya pendek. Anak titisan Keling menjadi anak kesayangan ”dayang” yang ”menghuni” kawasan Dieng. Itulah sebabnya, bocah seperti ini biasanya mendapat perhatian lebih. Anak bajang punya sifat dan karakter yang berbeda dengan anak pada umumnya. Ia biasanya nakal, penyakitan, dan menjadi bahan olok-olok teman sebayanya.

Disana ada semacam sesepuh spiritual sekaligus juru kunci kawasan Dataran Tinggi Dieng. Sebagai orang yang ditokohkan, dia wajib melakukan perjalanan spiritual ke beberapa lokasi sehari sebelum acara ruwatan digelar. Diantaranya adalah Tuk Bimo Lukar, tempat yang diyakini sumber mata air Sungai Serayu. Di tempat itu dia mengawali ritual dengan memberitahu kepada Sang Bahurekso, Pangeran Bimo, jika esok akan diadakan ruwatan potong rambut. Selanjutnya adalah puncak Gunung Kendil. Di tempat itu dia menghaturkan caos dahar (persembahan) kepada roh leluhur yaitu Kiai Temenggung Kaladete dan istrinya Nyai Larascinde. Dan memohon agar acara ruwatan dijauhkan dari gangguan jin dan setan. Ritual sebelum ruwatan berakhir di Pertapaan Mandalasari Gua Semar. Di tempat yang akan menjadi lokasi puncak ruwatan ini, sang juru kunci bersemedi.

Esok paginya, ruwatan cukur rambut gembel digelar. Berbagai sesaji dibawa untuk diberikan kepada leluhur sebagai bakti para anak cucu yang mendiami Dataran Tinggi Dieng. Di pelataran Candi Dieng, digelar seni tradisional Tari Topeng, sebuah kanuragan yang disuguhkan untuk menyenangkan para penguasa jagat mistik. Sedangkan anak yang akan diruwat dinaikkan ke kereta kuda untuk diarak menuju Telaga Warna. Tak ketinggalan, beberapa syarat permintaan sang anak bajang juga diarak diikuti barisan pembawa saji.

Di Telaga Warna, arak-arakan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Anak-anak bajang yang akan diruwat digendong orang tuanya menuju pelataran Pertapaan Mandalasari Gua Semar. Setelah sampai di tempat yang dituju, prosesi puncak dimulai. Satu per satu rambut gimbal yang bertengger di belakang kepala anak digunting para sesepuh desa yang memiliki kemampuan spiritual. Berdasarkan kepercayaan di sana, rambut gembel tak akan pernah tumbuh lagi setelah diruwat. Namun, jika permintaan tak anak dipenuhi orang tuanya, rambut gimbal akan tumbuh lagi.

Potongan-potongan rambut tersebut lantas dibawa ke pinggir Telaga Warna. Potongan rambut itu dilarungkan ke tengah telaga. Potongan rambut anak bajang yang dipersonifikasikan sebagai rambut gembel itu dikembalikan kepada pemiliknya, sang penguasa Laut Selatan Nyi Roro Kidul.

Biasanya, upacara potong rambut gembel dilakukan pada malam 1 Asyura atau 1 Suro, sesuai tahun baru kalender Jawa atau Hijriah menurut kalender Islam. Masyarakat setempat meyakini malam menjelang 1 Asyura merupakan malam suci yang cocok untuk laku prihatin. Mereka begitu percaya malam pergantian tahun Jawa bersamaan dengan berlangsungnya hajatan besar, perkawinan sepasang mempelai keturunan tokoh supranatural, Kiai Kaladete dan Nyi Roro Kidul—sang penguasa Telaga Balekambang di Dieng. Telaga Balekambang dipercayai sebagai istana tempat kediaman Kiai Kaladete.

Dengan ruwatan itu diharapkan anak berambut gembel terlepas dari berbagai penyakit dan bala. Umumnya kondisi anak berambut gembel memprihatinkan. Mereka kerap terjangkit penyakit. Namun setelah diruwat dan dimandikan di Goa Sumur dan rambut gembelnya dipotong, serta-merta mereka berubah menjadi anak-anak yang sehat, jauh dari bala dan penyakit, serta dapat berbaur dalam kehidupan normal seperti anak sebayanya.

Rangkaian acara yang tiap tahun diadakan ini menjadi salah satu faktor menarik untuk parwisata, yaitu untuk wisata budaya dan pegunungan. Juga untuk wisata pendidikan karena di Dieng juga terdapat banyak candi-candi kuno jaman Kerajaan Kalingga.

Seperti itulah yang dapat saya ceritakan tentang apa yang saya ketahui berada di daerah saya, yaitu Banjarnegara. Sangat menarik memang. Dan yang pada suatu saat nanti saya sangat yakin, akan menjadi ikon khas Banjarnegara. Selain dawet ayunya. Dan tentu saya juga bangga karena Banjarnegara mempunyai dawet ayu, atau makanan khas lainnya seperti buntil, combro, tempe mendoan, atau salaknya. Tapi saya juga ingin Banjarnegara dikenal karena kisahnya. Meskipun itu kisah dari sepetak tanah sawah yang hanya diceritakan dari mulut ke mulut. Dan seharusnya, lebih banyak kisah dari mulut ke mulut itu yang bersedia menuliskannya dan menjadi bagian dari kisah Banjarnegara yang utuh.

Saya bangga menjadi seorang Banjarnegara. Meskipun tidak menjadi sebuah kota yang besar karena kegiatan ekonomi dan industrinya. Setidaknya, ketika kita berada di sana kita masih bisa menghirup udara segar dengan sedikit polusi dan tidak terlalu ngoyo dengan gaya hidup matrealis dan hedonis. Semoga tetap bertahan dengan kenyamannya dan Banjarnegara semakin mengeksiskan diri dengan berbagai komponen-komponennya, masyarakat, pendidikan, sosial, politik, budaya dan pariwisata.


presented by:
syamr0tun fuaDiyah
D 0207026
k0munikasi 2007
11 march university

terimakasih untuk:
komputer LPM bwt browsing gratisnya
anisa yang mau nungguin buat tugas sambil mringis2.....
mas fauzi atas sumbangsihnya untuk buat line pembuka yang mencengangkan(walaupun teteeeep...belum menyengangkan...)
untuk setiap semangat dalam hidup,,,(yang ternyata lebih besar dari kemampuan gw buat hidup sndiri..hufh..kasiannn)

dan mohon doanya...
agar dapat nilai A.....

please comment yak....

akhirnya..
NUWUN.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Deskripsi tentang Banjarnegara cukup baik...lumayan lah..hehe..
T A P I ...(ada tapi-nya nich...!) akan lebih sip lagi kalo dibuat lebih detail biar yang baca benar-benar ngarti n punya gambaran lebih jelas ttg Banjarnegara dgn sgala seluk beluknya. Misal : bulan/minggu ini kamu ulas tentang Dieng. Ulaslah dgn sedetail-detailnya, tentang sejarahnya, obyeknya, geografisnya termasuk akses transportasi menuju kesana (kamu bisa cari datanya di www.banjarnegara.go.id). Truzz.. bulan/minggu berikutnya, ulas tentang obyek lain. banyak lo obyek wisata yang belum tergarap maksimal (air terjun, sumber air panas dll). Belum lagi seni/budayanya.
Ok lah...selamat berkarya...jangan pernah berhenti. Life end when stop dreaming.
Sukses...!!!
Viva Fisip UNS

Anonim mengatakan...

Rupanya dikau lebih taw tentang salamerta Hmm........dari pada aku sebagai wong salamerta malah ga taw



eh gimana kabar bapak dan ibu? sehatkah................. kapan? aku maen deh ke kebanaran

AL GHAZALI BLOGGER mengatakan...

aku juga bangga sbagai warga banjarnegara.....

(desa sered, dukuh ciledok, kec. MADUKARA ).